Contact

Rizky maulana / Sofi Pujiastuti

telp 08112240196 / 081320140019

email Rizfajzan @ gmail

twitter follow@AlfabbyRizky

Pasar Soreang Blok I & II E ( Hj Wewen ) Soreang Bandung

No Rek 13000 - 1122 - 4030 Bank mandiri Cab Soreang - Bandung

Hari kerja Senin - Jum'at ( kecuali hari Libur Nasional)

Jam kerja 08.00 - 16.00 WIB

Senin, 24 Februari 2014

Dinar Dan Emas Di Tahun Politik…

Dinar Dan Emas Di Tahun Politik…

Untuk menjawab keingin tahuan pembaca situs ini tentang trend harga emas dan Dinar di tahun politik 2014 ini, seperti biasa jawaban saya adalah saya juga tidak tahu. Terlalu banyak faktor yang bisa mempengaruhinya sehingga sulit untuk membuat perkiraan yang akurat. Meskipun demikian berdasarkan statistik-statistik yang ada, kita bisa menduganya – dengan catatan bila perilaku sejarah berulang.

Alhamdulillah tanpa terasa kami di Gerai Dinar sudah mencatat secara otomatis perubahan harga emas dan Dinar setiap enam jam sejak enam tahun lalu (2008). Jadi terkumpul data yang lumayan besar untuk kepentingan analisa statistik. Selama periode enam tahun ini tentu juga sudah melalui periode Pemilu Legislatif maupun Pemilu Eksekutif.

Walhasil bila perilaku sejarah berulang, yaitu adanya gejolak politik, kegaduhan dan ketidak pastian sesaat – maka perilaku pasar khususnya nilai tukar Rupiah juga akan demikian. Rupiah melemah pada saat ketidak pastian muncul, kemudian menguat kembali ketika hasil Pemilu sudah final dan hasilnya seperti yang ditunggu pasar.

Trend Harga Dinar 2008-2014
Dalam kaitan harga emas atau Dinar dapat dilihat di grafik pada area yang saya lingkari. Saat-saat proses Pemilu berlangsung, harga emas melonjak kemudian kembali stabil ketika tahapan Pemilu selesai. Pada tahun Pemilu 2009, harga emas secara keseluruhan naik sekitar 14 % sepanjang tahun tersebut.

Apakah pada tahun Pemilu 2014 ini akan berulang ?, Selain Allah tidak ada yang bisa tahu peristiwa sebelum terjadinya. Hanya saja pemilu 2014, khususnya pada masa-masa Pemilu Eksekutif – ketidak pastiannya akan jauh lebih tinggi ketimbang Pemilu Eksekutif 2009. Mengapa ?

Pada tahun 2009, incumbent presiden mencalonkan kembali, dan pasar sepertinya tahu bahwa saat itu calon incumbent memiliki peluang terbaiknya. Pemilu Eksekutif tahun 2014 ini pasar bener-bener blank, setidaknya sampai saat ini kita belum tahu persis siapa-siapa yang akan berpeluang terbaik memasuki ronde final dari Pemilu Eksekutif nanti. Menambah tingkat ketidak pastian ini pula ketika ada candidate yang diharapkan oleh masyarakat, tetapi  pencalonannya dari partai yang bersangkutan masih penuh misteri.

Jadi untuk faktor domestik khususnya yang terkait dengan nilai tukar Rupiah yang secara otomatis berpengaruh pada harga emas, ketidak pastiannya akan cenderung lebih besar ketimbang Pemilu 2009. Artinya kalau toh pola yang sama yang terjadi, maka bisa jadi selama tahapan Pemilu Eksekutif khususnya – harga emas dan Dinar akan cenderung meningkat lebih besar ketimbang 2009 dan baru stabil setelah pemilu memberikan hasil yang diharapkan pasar.

Perkembangan Harga Emas Dunia 2014
Selain faktor Rupiah dalam negeri, tentu saja harga emas atau Dinar di Indonesia  digerakkan utamanya oleh harga emas dunia. Untuk enam pekan pertama di tahun 2014 ini, nampaknya harga emas dunia kembali menemukan jati dirinya. Tidak lagi terombang-ambing oleh berbagai isu tapering yang dilakukan oleh Federal Reserve – Amerika Serikat. Oleh karenanya harga emas dunia sudah naik diatas 10 % sejak 1 Januari 2014 hingga kini. Di Rupiahnya kenaikan ini belum nampak, karena Rupiah yang sedang menguat akhir-akhir ini.

Jadi bagi Anda yang ingin menambah tabungan Dinarnya, bulan-bulan ini kemungkinan adalah waktu terbaiknya sebelum harga emas dalam US Dollar terus menguat dan sebelum ketidak pastian politik di dalam negeri mencapai puncaknya.

Sebaliknya bagi yang ingin menjual, bila karena kebutuhan Anda perlu menjual tabungan emas atau Dinar Anda – maka Anda dapat lakukan kapan saja. Hanya saja bila belum terlalu perlu untuk menjualnya, Anda mungkin akan tertarik untuk melihat dahulu trend beberapa bulan kedepan. Di saat ketidak pastian politik meningkat, Anda lebih butuh proteksi terhadap hasil jerih payah Anda. Dan hingga kini seperti yang tergambar dalam grafik enam tahun tersebut di atas, Dinar atau emas tetap memberikan proteksi nilai dan likwiditas yang paling efektif. InsyaAllah.

Jumat, 25 Oktober 2013

Akan Kemana Harga Emas Sekarang …?

Akan Kemana Harga Emas Sekarang …?

Ini pertanyaan yang sering sekali sampai ke saya, dan terus terang jawabannya saya sendiri tidak tahu. Bukan hanya saya, bahkan para ahli di raksasa investasi dunia seperti Goldman Sachs – pekan lalu membuat prediksi yang sangat keliru tentang harga emas. Mereka membuat prediksi bahwa bila terjadi kesepakatan antara Presiden Amerika dengan Congress untuk menghindari default – harga emas akan jatuh, tetapi ternyata yang terjadi malah sebaliknya.

Di hari terakhir puncak kekawatiran akan default-nya Amerika – tanggal 16/10/2013, harga emas berada pada US$ 1,273/ozt. Ketika Obama dan congress-nya berhasil sepakat menghindari default, tanggal 17/10/2013 harga emas malah melonjak menjadi US$ 1,319/ozt  atau mengalami kenaikan US$ 46/ozt – pada hari yang diprediksi oleh raksasa Goldman harusnya emas jatuh.

Bisa Anda bayangkan bila orang sekelas head of commodities research-nya Goldman Sachs – orang yang dianggap paling tahu tentang arah pergerakan emas, perak dan sejenisnya di pasar – ternyata tidak lebih dari orang kebanyakan seperti kita-kita dalam membuat prediksi harga emas ke depan. Maka dalam dunia prakiraan ini memang tidak ada yang bisa dianggap pasti benarnya ataupun pasti salahnya.

Lantas ditengah harga emas yang nampaknya bergerak random tidak beraturan ini, bagaimana kita menyikapinya ?

Pertama yang sering saya ungkapkan di web ini, jangan berspekulasi dengan harga emas dalam jangka pendek.  Membelilah pada saat Anda memang mau beli karena ada kelebihan uang kertas yang tidak segera digunakan, dan menjuallah pada saat memang Anda membutuhkan cadangan emas/Dinar Anda untuk keperluan yang riil.

Kedua adalah tentu juga bijaksana untuk mengetahui trend pasar secara objektif, bukan bermaksud berspekulasi tetapi optimalisasi hasil. Lantas dimana bedanya dengan spekulasi ?

Spekulasi adalah bila kita membeli emas atau Dinar tanpa didasari oleh suatu kebutuhan, semata untuk segera memperoleh keuntungannya bila harganya naik. Sedangkan optimalisasi hasil adalah hal yang wajar yang biasa kita lakukan sehari-hari dalam jual beli.

Misalnya kita membeli kambing untuk qurban, tujuannya jelas yaitu untuk qurban. Tetapi kita mencari waktu yang baik untuk membelinya yaitu jauh hari sebelum musim qurban tiba. Dengan uang yang sama kita bisa memperoleh kambing yang jauh lebih besar.

Demikian pula membeli emas, Anda merencanakan pergi haji, sekolah anak, biaya kesehatan hari tua dlsb dengan emas – agar hasil jerih payah Anda tidak tergerus oleh inflasi. Kapan membelinya ?, pada saat harga yang Anda rasakan comfortable untuk Anda – maka yang inipun insyaallah tidak termasuk berspekulasi. Karena sebagai pembeli tentu wajar kita ingin harga terbaik.

Pertanyaannya adalah kapan harga terbaik itu tiba ?, disinilah orang kebanyakan seperti kita-kita dan bahkan juga orang sekaliber kepala peneliti di lembaga investasi terbesar dunia-pun tidak bisa tahu persisnya kapan. Lagi-lagi yang bisa kita lakukan sekedar menduga berdasarkan trend perkembangan pasar yang ada, kemudian pada titik mana kita merasa comfortable.

Untuk saat ini misalnya, para pihak yang beranggapan harga emas masih akan turun terus mereka punya alasan : 1) The Fed cepat atau lambat akan menghentikan program Quantitative Easing – mereka akan menghentikan mencetak uang dari ‘awang-awang’ karena yang dicetaknya sudah dianggap cukup; 2) Ekonomi AS yang membaik akan mendorong orang untuk menginvestasikan dananya di sektor riil secara langsung atau melalui saham-saham public dan tidak lagi ke emas; dan 3) Kepercayaan terhadap ekonomi Amerika akan terus membaik yang berarti kepercayaan dengan kekuatan Dollar akan terus meningkat. Tiga hal inilah yang membuat para gold bearish yakin bahwa harga emas akan terus turun.

Namun sebaliknya juga demikian, para gold bullish tentu juga memiliki alasan yang tidak kalah kuatnya, bahwa : 1) Dalam sejarah bank central , sejak mereka meninggalkan emas mereka tidak pernah bisa berhenti mencetak uang dari ‘awang-awang’ , one way or another mereka akan terus mencetak uang dari ‘awang-awang’ nya sehingga nilai mata uang kertas pasti turun terus dari waktu ke waktu; 2) Untuk Dollar yang merupakan cerminan ekonomi Amerika, kenyataannya pertumbuhan ekonomi Amerika juga tidak bagus-bagus amat – dan bahkan sebagian ekonom sudah mulai memprediksi resesi berikutnya akan segera tiba; dan 3) Amerika tidak berhasil membangun kepercayaan dunia tetapi malah merusaknya. Krisis debt-ceiling pekan lalu telah membuat mitra dagang dan pemberi pinjaman terbesarnya was-was dan ancang-ancang untuk meninggalkan Dollar. Bahkan sekutu-sekutu Amerika sendiri di Eropa mulai mencurigai Amerika dengan terbongkarnya berbagai aktifitas spionase-nya di Eropa. Ini mirip akhir tahun 1960-an ketika Perancis mulai meneriakkan bahwa Amerika telah mengambil keuntungan berlebihan – Exorbitant  Privilege – dari kesepakatan Bretton Woods, yang kemudian berujung pada diakhirinya Bretton Woods Agreement  pada bulan Agustus 1971.

Dalam kaitan dengan emas ini, apakah Anda cenderung ke  bearish atau bullish tergantung dari mana di antara alasan-alasan tersebut di atas yang lebih Anda yakini.

Satu hal yang pasti adalah bahwa meskipun harga emas kedepan tidak ada yang tahu pasti, sejarah panjang kehidupan manusia telah membuktikannya bahwa tidak pernah terjadi dalam peradaban manusia emas menjadi barang yang tidak berharga.

Harga emas  dalam mata uang kertas bisa saja turun, tetapi dia akan selalu mampu mempertahankan nilainya yang sesungguhnya yaitu nilai yang tercermin dalam daya belinya. Di jaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam satu ekor kambing bisa dibeli dengan sekeping uang Dinar. Pada musim Iedul Adha kemarin sekali lagi terbukti bahwa 1 Dinar Anda tetap cukup untuk membeli seekor kambing yang layak untuk qurban.

Bila prediksi kedepan tidak ada yang tahu, setidaknya kita bisa selalu belajar dari sejarah yang kita semua tahu. InsyaAllah.

Peak Gold, Harga Emas Dan Sirkulasinya…

Peak Gold, Harga Emas Dan Sirkulasinya…

Di dunia pertambangan dikenal istilah ‘peak’ untuk menggambarkan puncak produksi yang kemudian diikuti dengan penurunan produksi secara terus menerus. Pada hampir semua jenis pertambangan, para ahli tidak pernah bersepakat masalah kapan terjadinya ‘peak’ ini, apakah sudah lewat atau masih akan terjadi. Bagaimana dengan emas ? Apakah sudah terjadi peak gold ? indikator berikut bisa membantu kita memahami fenomenanya.

Data ini saya ambilkan dari Casey Research, yang menggambarkan hasil dari pertambangan-pertambangan emas terbesar dunia berdasarkan grade-nya. Yang disebut grade disini adalah berapa gram emas bisa diperoleh dari setiap ton penambangan bijih emas (Aurum Ore).


Source : Casey Research

Dari grafik di atas kita bisa tahu bahwa ada trend penurunan grade yang significant dari 10 penambang terbesar dunia. Bila 15 tahun lalu (1998) para penambang besar rata-rata masih bisa memperoleh sekitar  4.6 gram dari setiap ton bijih emas , kini hasil tersebut hanya berada pada kisaran 1.1 gram.

Apa artinya ini ?, para penambang-penambang besar kini pada umumnya tinggal mengkorek sisa-sisa dari penambangannya. Sekarang dibutuhkan kerja lebih dari empat kali lebih berat untuk mengambil material yang empat kali lebih banyak – sekedar untuk menghasilkan jumlah emas yang sama dengan 15 tahun lalu.

Apa pengaruh indikator peak gold ini pada harga emas dunia ?, karena kebutuhan emas dunia akan cenderung meningkat setidaknya dengan meningkatnya jumlah penduduk – sementara produksinya cenderung menurun, maka harga jangka panjang emas dunia tentu akan juga cenderung meningkat.

Lantas dengan demikian apakah ini cukup untuk men-justifikasi bahwa emas tidak akan cukup untuk digunakan sebagai uang dunia ? jawabannya adalah tidak ! Emas insyaallah tetap akan cukup untuk digunakan sebagai uang atau timbangan yang adil bagi muamalah penduduk seluruh dunia – karena bukan jumlahlah yang menentukan tetapi sirkulasi atau putarannya.

Itulah sebabnya emas tidak boleh ditimbun, tidak boleh digunakan perhiasan lelaki, tidak boleh untuk alat-alat makan dlsb. agar emas tetap tersedia dalam jumlah cukup untuk beredar dan berperan sebagai uang atau timbangan muamalah yang adil.

Dari sini pulalah perlunya pemahaman fiqih jual beli emas yang sesuai jamannya di era teknologi informasi dan perdagangan dunia ini. Bila jual beli emas dari tangan ke tangan diartikan harus secara fisik pindah dari tangan ke tangan – maka teknologi informasi tidak bisa berperan dalam perdagangan emas. Pengertian pindah dari tangan ke tangan secara fisik juga menjadi sulit diterapkan manakala kita harus mengimpor atau mengekspor emas dalam jumlah besar.

Maka pengertian dari tangan ke tangan berupa berpindahnya akses penggunaan/kontrol atau pengelolaan dari penjual ke pembeli menjadi lebih sesuai untuk jaman ini.  Sama dengan ketika Anda berjual beli gandum satu gudang, kan tidak berarti gandumnya diserahkan secara fisik dari tangan penjual ke Anda sebagai pembeli. Penjual cukup menyerahkan dokumen atau kunci gudang dan Anda sudah menjadi pemilik yang sah atas gandum segudang tersebut.

Dokumen atau kunci gudang di jaman teknologi informasi ini bisa berupa electronic record, password dlsb. yang merepresentasikan kepemilikan yang sah sehingga pembeli bisa memanfaatkan atau mengelola emas atau gandum yang dibelinya dari si penjual.

Melalui sarana teknologi informasi inilah perputaran emas menjadi bisa berjalan jauh lebih cepat, artinya dengan jumlah yang lebih sedikitpun tetapi berputar lebih banyak – dia akan bisa memutar ekonomi secara lebih banyak pula. Dengan kecepatan berputar yang lebih tinggi inilah emas insyaAllah akan tetap cukup untuk digunakan sebagai uang atau timbangan yang adil bagi muamalah penduduk seluruh dunia – meskipun seandainya jumlah emas yang ditambang sudah semakin sedikit ketimbang jumlah penduduk  dunia yang terus tumbuh.

Emas memang kemungkinan besarnya akan terus bertambah mahal – bila dibeli dengan uang kertas yang semakin tidak bernilai, tetapi dia tetap akan bisa secara cukup berfungsi sebagai alat tukar atau timbangan yang adil bagi muamalah barang-barang kebutuhan manusia yang riil – bila dia dikelola sesuai dengan jamannya tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip syariat yang dijamin kebenarannya sepanjang jaman.

The Fed : Kambing Hitamkah ?

The Fed : Kambing Hitamkah ?

Bila ada satu institusi yang akhir-akhir ini paling banyak dikambing hitamkan di seluruh dunia untuk  kelesuan ekonomi, jatuhnya harga saham, jatuhnya nilai tukar mata uang dan juga bahkan jatuhnya harga emas dunia – maka institusi itu pastilah the Fed – bank sentralnya Amerika. Anda bisa baca di seluruh media ekonomi dunia, maka seolah the Fed adalah aktor tunggal dari gonjang-ganjing bursa saham, pasar modal dan pasar uang itu. Seandainya toh benar bahwa the Fed itu adalah kambing hitam ekonomi dunia, pertanyaannya adalah lha kok mau kita dipermainkan oleh mereka ?

Inilah ekonomi kertas itu, ketika kinerja ekonomi bukan diukur oleh kemampuan riil suatu negara dalam memberikan kemakmuran rakyatnya, kemampuan riil dalam memproduksi bahan-bahan kebutuhan pokok, kemampuan riil menjawab problema yang nyata di masyarakat – tentang air, energy, udara dlsb., maka kinerjanya seolah hanya tercermin pada pasar modal, pasar uang dan sejenisnya.

Ketika kinerja ekonomi seolah hanya terwakiki oleh naik turunnya harga saham, naik turunnya nilai tukar , suku bunga dan cadangan devisa, maka begitu banyak waktu dan resources negeri-negeri terkuras untuk mempercantik penampilan di bursa sahamnya, nilai tukar dan suku bunganya.  Penampilan di atas kertas inikah yang kita butuhkan ?

Harga saham bisa melejit dalam satu malam ketika the Fed memutuskan untuk melanjutkan program Quantitative Easing-nya, apakah kinerja harga saham yang demikian ini cerminan kemajuan ekonomi  ?  tentu tidak.  Sebaliknya juga demikian, harga saham bisa langsung anjlok seketika ketika  the Fed memutuskan untuk menghentikan program QE-nya, apakah ini cerminan runtuhnya ekonomi ?, mestinya juga tidak.

Lha kalau jatuh bangunnya harga saham yang dipicu oleh rapat-rapat bulanan the Fed – bukan merupakan ukuran kinerja ekonomi kita, mengapa para pelaku ekonomi kita rela pontang-panting dibuat pusing oleh setiap kebijakan the Fed ?

Di situlah masalahnya, selama kinerja kita didominasi oleh ukuran yang bernama harga saham, nilai tukar mata uang dlsb. maka kebijakan-kebijakan the Fed tetap akan bisa membuat gonjang-ganjing ekonomi sejagat.

Lantas bagaimana kita bisa melepaskan diri dari gonjang-ganjing tersebut ? Fokus pada kinerja sektor riil adalah salah satu jawabannya. Bila kinerja sawah  ditentukan oleh berapa ton padi bisa dihasilkan oleh per hektar lahan, maka kebijakan the Fed tidak berpengaruh pada kinerja petani.

Si petani-pun tidak akan pusing memikirkan apa yang akan diputuskan the Fed dalam rapat bulanannya, petani akan focus berinovasi pada bagaimana meningkatkan hasil panennya. Tidak ada resources terbuang hanya untuk merespon kebijakan the Fed. Dan si petani tidak perlu mengkambing hitamkan the Fed atau siapapun ketika hasil panenannya turun.

Maka seperti si petani itulah cara kita menghindarkan diri dari pengaruh buruk si kambing hitam global yang bernama the Fed tersebut. Fokuslah kita pada bagaimana  menggarap sektor riil khususnya yang sumber dayanya ada di negeri ini  sendiri. Lebih khusus lagi pada upaya-upaya memenuhi kebutuhan dasar rakyat seperti FEW (Food, Energy and Water).

Lantas bagaimana Dinar dan Emas yang harganya juga ikut di-gonjang-ganjing-kan oleh kebijakan the Fed ? sama dengan sektor riil tersebut solusinya. Ketika membeli Dinar atau emas dengan harapan untuk memperoleh gain jangka pendek – maka kita akan selalu dipusingkan oleh hasil rapat-rapat the Fed.

Tetapi bila kita membeli Dinar atau emas sebagai bagian dari strategi untuk membangun ketahanan ekonomi, mempertahankan daya beli jangka panjang atas hasil jerih payah kita bekerja – maka kebijakan bulanan the Fed tidak akan berpengaruh pada strategi ketahanan ekonomi kita tersebut.

Konkritnya seperti apa strategi ketahanan ekonomi atau mempertahankan daya beli dengan Dinar atau emas ini ? sederhananya adalah membeli Dinar atau emas pada saat kita memiliki kelebihan uang kertas, dan menjualnya saat kita membutuhkan Dinar/emas tersebut untuk modal usaha sektor riil, membeli kebutuhan pokok dan kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat jangka panjang.

Bila lawan (penggunaan) Dinar atau emas kita adalah benda riil atau kebutuhan riil, tidak harus berarti kita membayar dengan Dinar atau emas – tetapi menggunakan dana pencairan emas/Dinar – segera setelah pencairannya – untuk membayar benda atau kebutuhan riil ini , maka insyaAllah kita akan terbebas dari pengaruh gonjang-ganjing-nya the Fed.

Sebaliknya dengan Dinar atau emas-pun kita bisa menjadi korban kambing hitam – manakala kita berspekulasi jangka pendek dan sekedar mempertukarkan Dinar atau emas kita dengan uang kertas tanpa didasari suatu keperluan yang riil.

Kambing hitam itu begitu perkasanya sehingga mampu mengaduk-aduk ekonomi negeri-negeri sejagat, tetapi kita bisa menghindari pengaruhnya – baik secara pribadi maupun sebagai negeri. Kerja keras kita di sektor riil dan sikap kita terhadap ketahanan ekonomi antara lain yang  akan membebaskan kita dari pengaruh buruk kambing hitam ini.

Namanya juga kambing hitam – dia sendiri belum tentu bersalah, bisa jadi dia juga hanya dikambing hitamkan saja. Maka cara terbaik melawan kambing hitam ya mulai dari diri kita sendiri, dan dari negeri ini sendiri.  Mulai dengan kerja keras dan jawablah tantangan jaman dengan kerja nyata. InsyaAllah.

Minggu, 30 Juni 2013

Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…

Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…      
Kategori : Dinar/Emas     
    Published on Saturday, 29 June 2013 09:19      
Oleh : Muhaimin Iqbal  
Setelah penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri bahwa semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas kedepan. Pada saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap optimis atau setidaknya mengambil kesempatan dari harga emas yang terdiscount secara besar-besaran ini. Siapa yang pesimis dan siapa yang optimis ?     
Yang pesimis pada umumnya adalah para investor dan spekulan yang memandang emas hanya sebagai salah satu instrument investasi saja. Mereka ini antara lain terpersonifikasi pada diri George Soros untuk individual dan Goldman Sachs untuk institusi. Perilaku keduanya terhadap emas telah ikut mendorong jatuhnya harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir.     Yang pesimis ini  jumlahnya sedikit, tetapi mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia – terutama yang dalam bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun jumlahnya sedikit mereka tetap mampu mengguncang dunia perdagangan emas.     Lantas siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam kejatuhan harga emas dunia ini ?
Mereka ini adalah masyarakat yang secara tradisi memang menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya. Masyarakat China dan India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari penduduk dunia, kebutuhan emas fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar emas fisik dunia.     Pasca kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia per troy ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China rela ngantri di jalan untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya.     Di sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India, China dan bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat terpengaruhi oleh pasar emas non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar 10% dari pasar emas fisik dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New York seolah menjadi penentu harga emas dunia.  
Pasar Emas Fisik Dunia (Source : World Gold Council)     Lantas dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita bukan George Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau China. Kita membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar lindung nilai, kita membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam muamalah, dan bahkan juga membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian syariat itu sendiri seperti menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb.     Bahkan negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral yang kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari cadangan emas kita selama seperempat abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah kita jual di akhir 2006 – mumpung harga lagi murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di bank sentral-nya sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ?     Bagi negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan cadangan emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang dilakukan India dan China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas fisik dunia. Bukan untuk ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan, tetapi agar kita punya timbangan yang adil untuk muamalah itu kembali – mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu A’lam. -

Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…

Setelah penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri bahwa semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas kedepan. Pada saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap optimis atau setidaknya mengambil kesempatan dari harga emas yang terdiscount secara besar-besaran ini. Siapa yang pesimis dan siapa yang optimis ?

Yang pesimis pada umumnya adalah para investor dan spekulan yang memandang emas hanya sebagai salah satu instrument investasi saja. Mereka ini antara lain terpersonifikasi pada diri George Soros untuk individual dan Goldman Sachs untuk institusi. Perilaku keduanya terhadap emas telah ikut mendorong jatuhnya harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir.

Yang pesimis ini  jumlahnya sedikit, tetapi mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia – terutama yang dalam bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun jumlahnya sedikit mereka tetap mampu mengguncang dunia perdagangan emas.

Lantas siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam kejatuhan harga emas dunia ini ? Mereka ini adalah masyarakat yang secara tradisi memang menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya. Masyarakat China dan India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari penduduk dunia, kebutuhan emas fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar emas fisik dunia.

Pasca kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia per troy ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China rela ngantri di jalan untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya.

Di sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India, China dan bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat terpengaruhi oleh pasar emas non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar 10% dari pasar emas fisik dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New York seolah menjadi penentu harga emas dunia.


Pasar Emas Fisik Dunia (Source : World Gold Council)

Lantas dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita bukan George Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau China. Kita membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar lindung nilai, kita membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam muamalah, dan bahkan juga membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian syariat itu sendiri seperti menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb.

Bahkan negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral yang kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari cadangan emas kita selama seperempat abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah kita jual di akhir 2006 – mumpung harga lagi murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di bank sentral-nya sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ?

Bagi negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan cadangan emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang dilakukan India dan China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas fisik dunia. Bukan untuk ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan, tetapi agar kita punya timbangan yang adil untuk muamalah itu kembali – mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu A’lam.
- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1268-emas-di-antara-pesimism-dan-optimism#sthash.mHSYQjaZ.dpuf

Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…

Setelah penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri bahwa semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas kedepan. Pada saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap optimis atau setidaknya mengambil kesempatan dari harga emas yang terdiscount secara besar-besaran ini. Siapa yang pesimis dan siapa yang optimis ?

Yang pesimis pada umumnya adalah para investor dan spekulan yang memandang emas hanya sebagai salah satu instrument investasi saja. Mereka ini antara lain terpersonifikasi pada diri George Soros untuk individual dan Goldman Sachs untuk institusi. Perilaku keduanya terhadap emas telah ikut mendorong jatuhnya harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir.

Yang pesimis ini  jumlahnya sedikit, tetapi mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia – terutama yang dalam bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun jumlahnya sedikit mereka tetap mampu mengguncang dunia perdagangan emas.

Lantas siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam kejatuhan harga emas dunia ini ? Mereka ini adalah masyarakat yang secara tradisi memang menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya. Masyarakat China dan India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari penduduk dunia, kebutuhan emas fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar emas fisik dunia.

Pasca kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia per troy ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China rela ngantri di jalan untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya.

Di sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India, China dan bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat terpengaruhi oleh pasar emas non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar 10% dari pasar emas fisik dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New York seolah menjadi penentu harga emas dunia.


Pasar Emas Fisik Dunia (Source : World Gold Council)

Lantas dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita bukan George Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau China. Kita membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar lindung nilai, kita membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam muamalah, dan bahkan juga membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian syariat itu sendiri seperti menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb.

Bahkan negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral yang kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari cadangan emas kita selama seperempat abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah kita jual di akhir 2006 – mumpung harga lagi murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di bank sentral-nya sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ?

Bagi negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan cadangan emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang dilakukan India dan China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas fisik dunia. Bukan untuk ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan, tetapi agar kita punya timbangan yang adil untuk muamalah itu kembali – mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu A’lam.
- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1268-emas-di-antara-pesimism-dan-optimism#sthash.mHSYQjaZ.dpuf

Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?

Untuk kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed, kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini. Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen proteksi nilai ?

Untuk menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya sajikan dalam grafik berikut.


Sumber Data Inflasi : BPS; 2013 estimasi 7 %

Cara membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.

Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.

Untuk data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun 1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk table berikut.


Sumber : Kitco dlll

Cara membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli 1/1000 krupuk.

Surprise ?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk membeli krupuk !

Grafik dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu A’lam.

- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1263-harga-emas-jatuh-masihkah-berfungsi-sebagai-proteksi-nilai#sthash.I7u4kOIQ.dpuf

Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?

Untuk kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed, kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini. Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen proteksi nilai ?

Untuk menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya sajikan dalam grafik berikut.


Sumber Data Inflasi : BPS; 2013 estimasi 7 %

Cara membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.

Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.

Untuk data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun 1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk table berikut.


Sumber : Kitco dlll

Cara membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli 1/1000 krupuk.

Surprise ?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk membeli krupuk !

Grafik dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu A’lam.

- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1263-harga-emas-jatuh-masihkah-berfungsi-sebagai-proteksi-nilai#sthash.I7u4kOIQ.dpuf

Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?

Untuk kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed, kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini. Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen proteksi nilai ?

Untuk menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya sajikan dalam grafik berikut.


Sumber Data Inflasi : BPS; 2013 estimasi 7 %

Cara membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.

Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.

Untuk data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun 1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk table berikut.


Sumber : Kitco dlll

Cara membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli 1/1000 krupuk.

Surprise ?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk membeli krupuk !

Grafik dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu A’lam.

- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1263-harga-emas-jatuh-masihkah-berfungsi-sebagai-proteksi-nilai#sthash.I7u4kOIQ.dpuf

Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?

Untuk kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed, kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini. Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen proteksi nilai ?

Untuk menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya sajikan dalam grafik berikut.


Sumber Data Inflasi : BPS; 2013 estimasi 7 %

Cara membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.

Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.

Untuk data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun 1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk table berikut.


Sumber : Kitco dlll

Cara membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli 1/1000 krupuk.

Surprise ?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk membeli krupuk !

Grafik dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu A’lam.

- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1263-harga-emas-jatuh-masihkah-berfungsi-sebagai-proteksi-nilai#sthash.I7u4kOIQ.dpuf

Selasa, 16 April 2013

‘Wag The Dog’ Harga Emas…

‘Wag The Dog’ Harga Emas…

Ada Joke yang dimulai dengan pertanyaan : ‘mengapa anjing suka mengibaskan ekornya ?’, jawabannya adalah ‘karena anjing lebih cerdas dari ekornya’. Kalau saja si ekor lebih cerdas dari anjingnya maka bisa jadi si ekorlah yang mengibaskan anjing – bukan sebaliknya. Perandaian ini yang kemudian dalam bahasa Inggris memunculkan idiom ‘Wag the Dog’ – si ekor yang mengibaskan anjingnya. Fenomena penurunan harga sangat tajam yang terjadi di pasar emas global dalam beberapa hari terakhir adalah fenomena yang mirip dengan ‘Wag the Dog’ ini

Dalam bahasa Inggris idiom ‘Wag the Dog’ adalah untuk menggambarkan pengelabuan perhatian secara sengaja dari sesuatu yang besar dan nyata kearah sesuatu yang direkayasa dan tidak nyata.

Idiom tersebut bahkan diangkat menjadi sebuah film komedi terkenal di tahun 1997 dengan judul ‘Wag the Dog’. Film ini tentu saja fiksi tetapi nampaknya terinspirasi oleh beberapa kejadian sesungguhnya di Amerika dalam suatu era pemerintahan beberapa tahun sebelumnya. Diceritakan disitu bahwa bagaimana seorang incumbent president yang sedang akan mencalonkan kembali untuk periode kedua kalinya, melakukan segala cara untuk sekedar memperbaiki namanya yang telah rusak oleh skandal perempuan.

Agar perhatian publik beralih dari skandal yang dialaminya, sang presiden menunjuk team khusus untuk membuat serangkaian berita yang dapat mengalihkan perhatian publik. Lebih dari itu berita ini harus bisa membalik arah membuat sang incumbent president menjadi pahlawan bagi negerinya.

Maka team khusus tersebut mendekati seorang produser di Hollywood untuk memalsukan sebuah perang. Dipilihlah negeri kecil yang jauh antah berantah sebagai musuhnya – yaitu Albania. Dibuatlah alasan perang dadakan ini bahwa Albania seolah menjadi sarang teroris sehingga perlu diserang secara tiba-tiba.

Tetapi perang, kejadiannya, tokoh-tokoh-nya semua rekaan Hollywood dan dibuat di dalam sebuah studio film. Ketika film ‘berita perang’ ini kemudian didistribusikan di media masa, semua media memuatnya lengkap dengan berbagai bumbu-bumbu seolah kejadian perang tersebut bener-bener nyata,  dan publik-pun mempercayainya.

Message-nya adalah, bahkan ‘sebuah perang’ bisa dibuat dalam studio dan cukup untuk membalik arah dari tokoh yang sebenarnya tidak lagi layak pilih karena kelakuannya, tiba-tiba berubah menjadi pahlawan nasional yang layak untuk memimpin negeri. Sebuah cerita reka-an yang mampu menggerakkan publik utuk memilih presiden – yang sesungguhnya sudah tidak lagi layak memimpin.

Lantas apa kaitannya cerita ‘Wag the Dog’ tersebut dengan runyamnya harga emas beberapa hari terakhir ?. Coba seandainya Anda merem dan menutup telinga. Tidak melihat/membaca berita dan tidak pula mendengarnya melalui radio. Kemudian di hadapan Anda disajikan fakta yang sesungguhnya yaitu sebongkah emas fisik dan segepok uang kertas Dollar. Mana yang Anda pilih ?, hampir pasti kebanyakan orang akan memilih emas.

Tetapi sekarang buka mata dan telinga Anda, baca seluruh berita dan analisa. Kemudian disajikan kembali kepada Anda sebongkah emas fisik dan segepok uang kertas Dollar. Maka untuk saat ini mungkin pilihan Anda akan berubah, Dollar akan mengkin menjadi pilihan Anda saat ini. Mengapa ?

Karena somewhere di luar sana ada yang lagi membuat ‘film perang di dalam studio’ – ada yang lagi membuat ‘Wag the Dog’. Segelintir pemain yang membuat skenario kejatuhan harga emas dunia untuk kepentingan mereka – menutupi kondisi ekonomi dan moneter dunia yang sesungguhnya. Dan sayangnya ketika ‘film dari studio’ ini diputar – seluruh pasar mempercayainya – sehingga harga emas bener-bener jatuh !.

‘Film dari studio’ ini bercerita tentang dihentikannya Quantitative Easing dari the Fed-nya Amerika, tentang Cyprus yang harus menjual cadangan emas negerinya untuk bisa sekedar survive dari keterpurukannya, negeri-negeri lain yang seolah akan harus mengikuti jejak Cyprus untuk menjual cadangan emasnya dlsb.dlsb. semua ceritanya lengkap dan cukup untuk ‘Wag the Dog’ seluruh pasar emas dunia.

Tetapi apakah semua pemain pasar akan termakan propaganda tersebut ? Nampaknya tidak. Pemain sekaliber HSBC misalnya, di tengah kepanikan jual di pasar emas kemarin merilis pernyataan tentang posisinya bahwa emas tetap menjadi portfolio yang menarik untuk diversifikasi aset dan pelindung terhadap skenario inflasi tertentu.Terlepas dari jatuhnya harga emas ini, kami tidak akan meniadakan pentingnya emas dalam portfolio aset keseluruhan kami. Kami tetap mempertahankan 8 % posisi emas taktis di dalam alokasi aset kami” kata mereka di HSBC.

HSBC rupanya tidak ikut terkibaskan oleh skenario ‘Wag the Dog’-nya segelintir pemain yang ‘mengatur’ kejatuhan harga emas dunia ini. Dengan pandangan jernih pula, insyaAllah kita tidak akan  ikut 'terkibaskan' oleh skenario yang sama  - kita tahu siapa yang sesungguhnya layak memimpin dunia dalam jangka panjang - emaskah ? atau Dollar ?.

Harga Emas Dalam Perspektif Jangka Panjang…

Harga Emas Dalam Perspektif Jangka Panjang…

Semalam harga emas turun tajam – paling tajam sejak saya mulai mengamati langsung pergerakan harga emas dunia lima tahun terakhir. Dalam situasi seperti ini, pasti banyak pertanyaan dari masyarakat pengguna emas atau Dinar. Ada apa sebenarnya ?, apa yang harus dilakukan ? kemana arah selanjutnya ? dlsb. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan lebih mudah dijawab bila kita lihat harga emas ini dalam perpektif jangka panjang dan dalam perspektif ekonomi yang lebih luas.

Sumber : BPS, IDX, Kitco & GeraiDinar
Saya akan gunakan data dua puluh tahun terakhir dan belajar juga dari luar pasar emas, yaitu dengan saudara-nya yang mirip - pasar saham. Untuk era modern ini pasar saham lebih mateng dari pasar emas karena para pemainnya adalah korporasi-korporasi besar dunia. Bila di Indonesia ya perusahaan-perusahaan besar Indonesia.

Selama dua puluh tahun terakhir, setidaknya saya melihat tiga kali penurunan besar di pasar saham yaitu selama krisis 1997-1998 (turun 38%), krisis di awal reformasi tahun 2000 (turun 42%) dan terakhir pengaruh krisis finansial global tahun 2008 (turun 51%).

Pada periode yang sama, harga emas atau dalam hal ini saya setarakan Dinar mengalami dua kali penurunan besar yaitu tahun 1999 (turun 27%) dan yang sekarang sedang terjadi (sudah turun 14% dari harga tertingginya 2011).

Apa Penyebabnya ?

Kenaikan harga saham mestinya sejalan dengan pertumbuhan perusahaan-peusahaan yang tercatat di bursa saham. Karena yang tercatat di bursa saham umumnya perusahaan-perusahaan besar yang memegang peran penting pada ekonomi suatu negara, maka pertumbuhan bursa saham mestinya juga seiring dengan pertumbuhan ekonomi negeri yang bersangkutan.

Bila pertumbuhan ekonomi rata-rata misalnya 6 %, tetapi Index Harga Saham Gabungan melonjak jauh di atas angka ini, maka bisa jadi kenaikan ini bukan karena faktor fundamental – tetapi lebih karena faktor sentimen pasar yang dengan mudah akan terkoreksi bila sentimen tersebut berbalik arah. Itulah umumnya yang terjadi pada setiap penurunan besar di bursa saham yang tercermin dalam grafik tersebut di atas.

Bila saham mestinya seiring dengan pertumbuhan ekonomi, tidak demikian dengan harga emas. Emas berada di pasar komoditi dan emas juga merupakan cermin dari harga barang-barang. Oleh karenanya kenaikan harga emas, seharusnya mencerminkan kenaikan harga barang-barang pada umumnya. Atau dengan kata lain kenaikan harga emas mestinya sejalan dengan inflasi.

Bila kita asumsikan inflasi rata-rata itu juga hanya 6 %, maka kenaikan harga emas yang terlalu tinggi  - seperti yang sempat mencapai kenaikan 53 % dari 2010 ke 2011- bukan merupakan kenaikan yang didukung oleh faktor fundamental yang wajar. Pendorongnya lebih banyak karena faktor sentimen pasar.

Dalam hal harga emas sentimen pasar yang melonjakkan harga emas itu adalah kebijakan Quantitaive Easing (QE) dari the Fed-nya Amerika Serikat. Kebijakan QE 1 yang dilakukan Amerika tahun 2008 membuat harga emas melonjak 33 % di tahun 2008, QE 2 yang dilakukan tahun 2010 membuat harga emas melonjak 53 % di tahun 2011. QE 3 di tahun 2012 belum sempat mengangkat pasar ketika isu dihentikannya program QE mulai merebak di pasar.

Sebagaimana sentimen QE melonjakkan harga emas selama 2008- 2011, maka ketika sentimen QE ini menghilang, harga emas seperti roket yang terhempas jatuh karena hilangnya daya dorong - itulah yang terjadi saat ini di pasar emas dunia tidak terkecuali Indonesia !


Lantas Apa Yang Perlu Kita Lakukan ?

Lagi-lagi kita bisa belajar dari saudara tua pasar emas yaitu pasar saham. Para pemain baru – yang umumnya individu – di pasar saham, mereka panik ketika harga saham jatuh. Dalam kondisi ini mereka justru menjual saham dan meninggalkan pasar saham, mereka inilah yang paling merugi karena yang tadinya baru potential loss (ketika harga saham jatuh) diubah menjadi actual loss (ketika saham dijual pada saat harga jatuh).

Pemain-pemain yang bersifat long term – umumnya perusahaan-perusahaan yang memiliki track record panjang di bursa saham – mereka mencatat dan memperhitungkan potential loss ini – tetapi mereka tidak meng-actual-kan loss-nya karena mereka tidak menjual ketika harga saham jatuh. Karena perpektifnya yang lebih jauh, mereka-mereka inilah yang diuntungkan ketika terjadi rebound di pasar saham seperti yang terjadi dalam 5 tahun terakhir – sejak kejatuhannya di tahun 2008.

Maka demikian pula yang bisa dilakukan oleh para pengguna emas atau Dinar. Penurunan yang significant sekarang tentu menjadi potential loss bagi emas atau Dinar Anda (terutama yang membelinya ketika harga tinggi di tahun 2011 dan sesudahnya), tetapi potential loss ini baru akan menjadi kerugian yang sesungguhnya – actual loss – bila Anda menjual selagi harga emas rendah seperti sekarang ini.

Bila Anda bertahan sekarang untuk perspektif jangka panjang, maka ketika harga emas rebound – InsyaAllah Anda pula yang akan diuntungkan.


Apakah Harga Emas Masih Akan Turun Terus ?

Untuk jangka pendek kemungkinan itu tentu ada karena seperti roket yang kehilangan daya dorong tersebut di atas. Namun sama dengan harga saham yang jatuh berkali-kali-pun tetap bisa bangkit kembali karena sejauh ekonomi suatu negara tetap tumbuh, harga saham mestinya juga tetap bisa tumbuh (kembali) – sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

Demikian halnya dengan harga emas, sejauh inflasi atau kenaikan umum harga barang-barang masih terjadi di suatu negeri – maka emas tidak terkecuali, dia akan ikut naik sejalan dengan inflasi itu.

Meskipun saya gunakan pembelajaran dengan harga saham untuk memahami penurunan harga emas kali ini, tidak berarti lantas saya menganjurkan investasi saham dan produk-produk turunannya meskipun sekarang lagi sangat menggiurkan hasilnya. Karena bila koreksi itu terjadi seperti yang pernah terjadi 3 kali dalam dua dasawarsa terakhir, maka koreksi itu akan menyakitkan – sebagaimana yang kita alami kini untuk koreksi harga emas.

Tetapi apakah emas lebih baik ?, mungkin ini subjektif tetapi agar tidak subjektif silahkan perhatikan kinerja keduanya di grafik tersebut di atas – dan Anda bisa tarik kesimpulan Anda sendiri. Saya tidak pernah mengatakan bahwa investasi emas itu adalah investasi terbaik, karena emas bukan instrumen investasi yang sesungguhnya – emas lebih merupakan instrumen untuk mempertahankan nilai.


Lantas Apakah Investasi Terbaik Itu ?

Yang terbaik adalah investasi yang tidak hanya berorientasi untung rugi, yang tidak terbatas pada penciptaan nilai (value creation) , yang terbaik adalah investasi yang membawa misi dan membangun nilai-nilai. Seperti apa bentuk konkritnya ?.

Bayangkan kalau Anda berinvestasi pada lahan, kemudian di atas lahan tersebut Anda tanami dengan tanaman pangan yang akan dibutuhkan untuk umat sekarang dan yang akan datang. Setiap Anda datangi lahan tersebut dan menyirami tanaman diatasnya, Anda niatkan untuk memberi makan di hari kelaparan – memberi makan bagi dunia. Maka seperti inilah investasi terbaik itu, jenisnya bisa sangat banyak dan ada di berbagai bidang – tidak harus pertanian.

Intinya adalah sektor riil yang menciptakan lapangan kerja, meng-create produk, memberi solusi atas masalah yang ada di masyarakat, memenuhi segala kebutuhan manusia di jaman ini dan nanti. InsyaAllah